Wednesday, August 31, 2016

Tax Amnesty: antara peluang dan solusi semu

sumber foto: (pengampunanpajak.com)

Akhir-akhir ini media sosial tengah ramai memperbincangkan masalah tax amnesty, apakah pemerintah terkesan tergesa-gesa dalam melakukan kebijakan. Apakah yang menjadi dasar hingga pemerintah mengeluarkan kebijakan tax amnesty. Apakah tidak ada kebijakan selain tax amnesty yang dinilai sangat menuai pro dan kontra hingga merebak keresahan dimasyarakat.

Sejatinya pemerintah sudah lama merencanakan kebijakan ini, pada tahun 2015 Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Sigit Priadi Pramudito telah memberi wacana terhadap kebijakan ini. Dalam sejarah terangnya Indonesia sudah dua kali mengalami kegagalan dalam melakukan kebijakan tax amnesty yaitu pada tahun 1964 dan 1984. Disinyalir kegagalan ini di karenakan kurang menariknya kebijakan ini untuk mengungkap kekayaan mereka yang bebas dari pajak, terutama yang berada diluar negeri entah itu berupa uang dan aset.

Dari kegagalan itu pemerintah melakukan peninjauan ulang sebelum UU di sah kan, yaitu dengan merangkap fasilitas dari tax amnesty yaitu Selain penghapusan utang pajak, wajib pajak juga bisa mendapat penghapusan sanksi pidana umum atau khusus, kecuali terorisme dan narkoba.

Selain Indonesia yang mengalami kegagalan dalam melaksanakan tax amnesty adakah negara yang sukses dalam paket kebijakan tax amnesty?
Praktik tax amnesty disertai penghapusan sanksi pidana pernah berhasil dilakukan India pada 1998. Negeri Bollywood itu sukses mendapatkan pemasukan sekitar Rp 25 triliun lantaran memajaki 5 persen setiap dana yang dipindahkan orang kaya India dari luar ke dalam negeri.

"Argentina juga pernah melakukan tapi gagal. Sementara Italia terbantu lantaran punya undang-undang lalu lintas devisa yang menyebut menaruh uang di luar negeri adalah kejahatan," kata Sigit priadi.

Setelah mengetahui sejarah kelam tentang kegagalan tax amnesty di Indonesia, landasan apa yang mempengaruhi menkeu melakukan lagi kebijakan tax amnesty?
Saat mengetahui anggaran APBN tengah dilanda krisis dan sangat mengkhawatirkan jika terjadinya deficit anggaran, serta target penerimaan pajak pertahun mengalami perenggangan yang cukup signifikan. Jadi kebijakan ini sebenarnya tidak hanya bersifat fiskal tentang pajak, tetapi lebih kepada sector ekonomi secara luas, dengan diadakannya tax amnesty diharapkan pendapatan APBN lebih sustainable. Pemerintah juga mengharapkan dengan diikuti repatriasi sebagian atau seluruh aset orang Indonsia yang berada diluar negeri untuk masuk ke Indnesia.

Setelah diberlakukan tax amnesty permasalahan apa saja yang dihadapi?
Menurut hukumonline.com setidaknya ada beberapa permasalahan yang dihadapi terkait pelaksanaan tax amnesty.

Pertama, dasar argumentasi RUU Pengampunan Pajak salah tafsir. UUD 1945 sudah meletakkan dasar-dasar konstitusional pemungutan pajak dalam proses APBN. Sistem hukumnya bersifat memaksa, bukan mengampuni. Selain itu juga RUU ini diduga bertentangan dengan UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.

Permasalahan ini bahkan membuat ormas muhammadiyah mengajukan judicial review (JR) ke MK. Menurut Ketua PP Muhammadiyah Busyro Muqoddas, watak hukum dari kebijakan undang-undang tax amesty itu harus jelas, begitu pula arah hukumnya. Kejelasan dalam UU itu, kata dia, harus bisa merumuskan niai-nilai dalam  UUD 1945, pasal 33, pasal 1, yaitu pasal-pasal yang erat dengan demokrasi dan HAM.

Kedua, RUU Pengampunan Pajak berpotensi menjadi fasilitas ‘karpet merah’ bagi konglomerat, pelaku kejahatan ekonomi dan finansial, dan pencucian uang. Di mana dalam RUU tersebut dicantumkan bahwa asal seorang atau badan mengajukan pengampunan, maka akan dilakukan proses pengampunan tanpa melihat asal usul harta. Dengan demikian menurut penulis, hal ini semacam pencucian uang secara missal dan legal. Tanpa disaring, kebijakan iniakan menyeabkan banyak uang gelap, uang harap masuk dalam perekonomian Indonesia.

Ketiga, pengampunan pajak ini akan semakin memperlebar jarak kemiskinan dan kesejahteraan elit dan jelata karena sistem ini tidak adil. Hal tersebut tercermin dari pengampungan yang diberikan dalam bentuk sanksi pidana perpajakan, dan sanksi dengan berupa uang. Hal ini kemudian menjadi bertolak belakang dengan sistem hukum bahwa semua warga negara sama didepan hukum. Justru orang kaya mendapat perlakuan khusus dari pemerintah.

Secara tidak langsung hal ini bahkan membuat para wajib pajak (WP) tertib akan merasa iri hati, terdapat kecemburuan sosial sehingga bisa saja membuat para WP tertib ini akan memilih jalan seperti mereka. Sehingga bukannya menertibkan pendapatan pajak, akan tetapi memancing yang lain untuk tidak tertib.

Keempat, jumlah uang muka dalam RUU Pengampunan Pajak ini sangat kecil dan tidak berdampak pada peningkatan pendapatan  negara dari sektor pajak. Tercatat uang tebusan hanya 3 persen, 5 persen, dan 8 persen. Seharusnya tanpa sanksi pidana, uang tebusan di atas 25 persen. Ini dinilai sebagai kebijakan akal-akalan yang berpotensi menguntungkan kelompok tertentu di saat dalam negeri membutuhkan uang segar untuk pembiayaan infrastruktur.

Kelima, amanat pembentukan Satuan Tugas Pengampunan Pajak langsung dibawah Presiden ini dinilai tidak akan efektif dan tumpang tindih dengan Dirjen Pajak dan penegajk hukum lain. Sistem data dan informasi juga tidak transparan dan akuntabel. Selain itu, jika pembiayaan menggunakan APBN semakin memboroskan negara, dan jika sesuai RUU ini dihitung dari persentase penarikan uang tebusan justru akan bermasalah dari sisi transparansi dan akuntabilitasnya.

Keenam, potensi korupsi berupa ruang transaksional sangat tinggi, yang tercermin dari pengelolaan yang diserahkan kepada Satgas karena sistem pengawasan, transparansi, dan akuntabilitasnya tidak ada. Justru ruang ini akan menjadi proses transaksional yang legal dengan memanipulasi perhitungan uang tebusan dan lain sebagainya.
Menurut PP Muhammadiyah Busyro Muqoddas tetang transparansi dan kurang terbukanya naskah UU Pengampunan Pajak ini. menurut dia, naskah akademik UU Pengampunan Pajak tidak pernah dikemukakan secara langsung ke publik terutama kalangan akademis. Sehingga, masyarakat tidak bisa memberikan kritisi atas naskah tersebut. “UU ini bentuknyatop down, kebijakan negara nalar hukumnya ditaruh dibawah kepentingan politik. Ini merusak sistem negara hukum,” katanya.

Setelah mengetahui permasalahan dalam tax amnesty, kebijakan apa yang bisa disarankan untuk menghadapi permasalahan ini?
Dari beberapa tujuan adanya tax amnesty, kita dapat mngetahui apa saja keuntungan yang didapat negara dengan pelaksanaan kebijakan tersebut misalnya, repatriasi atau menarik dana Warga Negara Indonesia yang ada di luar negeri serta, untuk meningkatkan pertumbuhan nasional. Dengan demikian dapat dikatakan bisa meningkatkan pendapatan Negara. Selain itu dampak lain dari adanya tax amnesty, berkaitan akan jumlah investor yang aktif bertransaksi di pasar saham.

Seperti dilansir futuready.com tentang masalah investor setidaknya ada 5 jurus untuk menarik investor masuk di Indonesia.
1. Proses Perizinan Lebih Sederhana
2. Pengesahan Tax Allowance dan Tax Holiday yang Lebih Cepat
3. Pembebasan PPN
4. Pajak Bunga Deposito Lebih Rendah Bagi Eksportir
5. Pemerintah Daerah Siap Mendukung

Selain itu Muhammadiyah melalui Majelis Ekonomi dan Kewirausahaan (MEK) Pimpinan Pusat Muhammadiyah juga angkat bicara mengenai permasalahan ini.

Pemerintah seharusnya serius mengejar dana simpanan pemodal kakap, koruptor, bandir kekayaan alam Indonesia, sampai rekening gendut pejabat maupun mantan pejabat yang selama ini mengemplang pajak. Muhammadiyah bahkan masih mencatat pernyataan Presiden Jokowi di awal pemberlakuan UU Pengampunan Pajak yang menyebut, pemerintah sudah memiliki data detil tentang siapa pemilik rekening gendut lengkap dengan alamatnya.

Akan tetapi, kenapa hingga saat ini pun pendapatan dari tax amnesty masih jauh dari harapan pendapatan yang seharusnya dapat memperlancar perekonomian itu?.
Penulis sendiri, memberi asumsi, permasalahan melawan dunia mereka amatlah sulit, sangat sistematis, banyak kepanjangan tangan. Kita tidak seperti melawan preman pasar atau pelanggaran kelas teri yang di gertak saja sudah beres. Bisa saja mereka memiliki orang dalam, atau bahkan anggota dewan itu sendiri.

Rekomendasi selanjutnya masih menurut Muhammadiyah. ungkap Mukhaer, apabila UU Pengampunan Pajak tetap dijalankan, pemerintah perlu memiliki tim sosialisasi yang efektif. Disarankan untuk melibatkan kalangan akademisi, organisasi kemasyarakatan, keagamaan, tokoh masyarakat, dan lainnya. “Kami berharap pemerintah merespon apa yang menjadikan rekomendasi Muhammadiyah ini untuk kemaslahatan umat,” pungkas Mukhaer.

Demikian paparan penulis dari berbagai sumber, sehingga kita mengetahui detail permasalahan yang sedang dihadapi, semoga apa yang menjadi harapan pemerintah bisa tercapai, pun jika kurang dalam pelaksanaannya kita wajib memantau dan memberi saran serta dukungan kepada pemerintah. Untuk menutup bahasan ini, sedikit mengutip pesan dan harapan kepada Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan terkait pelaksanaan tax amnesty.

Kepada segenap jajaran Ditjen Pajak saya harapkan semuanya bisa mendukung penuh pelaksaan program amnesty dan yang paling penting tidak hanya menjadikan amnesty sebagai sasaran target di 2016 saja, tapi harus dijadikan sebagai landasan untuk melakukan reformasi pajak secara menyeluruh ke depannya. Jadi kita harapkan dengan adanya amnesty 2016, 2017 dan seterusnya penerimaan pajak akan jauh lebih baik, data dan informasi menjadi lebih akurat sehingga pada akhirnya tidak perlu lagi ada isu terkait kekurangan penerimaan pajak ataupun isu terkait gangguan terhadap iklim usaha sebagai akibat pemeriksaan pajak yang berlebihan.


Referensi:

Kementrian Keuangan Repblik Indonesia. 2016. Wawancara Eksklusif Menteri Keuangan Tentang Tax Amnesty. (online). (http://www.kemenkeu.go.id/). Diakses tanggal 31 Agustus 2016.

Redaksi, (futuready.com). 2016. Selain Tax Amnesty, Kebijakan Apa Saja yang Dibutuhkan Agar Investor Masuk?. (online). (http://futuready.com/). Diakses tanggal 31 Agustus 2016.

Redaksi, (hukumonline.com). 2016. Sepuluh Masalah RUU Pengampunan Pajak (Sistem hukum pajak bersifat memaksa, bukan mengampuni). (online). (http://www.hukumonline.com/). Diakses tanggal 01 Agustus 2016.

Redaksi, (sangpencerah.id). 2016. Lanjutkan Jihad Konstitusi: Inilah Tiga Rekomendasi Muhammadiyah Soal Tax Amnesty. (online). (http://sangpencerah.id/). Diakses tanggal 01 Agustus 2016.

Redaksi, (sangpencerah.id). 2016. PP Muhammadiyah Gugat UU Tax Amnesty ke Mahkamah Konstitusi. (online). (http://sangpencerah.id/). Diakses tanggal 29 Agustus 2016.

Wahyudi, Mochammad. (2015). Pengampunan pajak, Indonesia dua kali gagal. (online). (http://merdeka.com/). Diakses tanggal 31 Agustus 2016.

banner
Previous Post
Next Post

0 comments: